Jalur Sutra Turki dan Giri
Koin Dirham Turki Usmani |
Misi Walisongo ke Nusantara yang diambil dari sebuah sumber orisinil (Kanzul Hum) yang tersimpan di Museum Istana Turki Istanbul, dimana dicatat dalam sejarah bahwa gerakan Walisongo dibentuk oleh Sultan Muhammad I, pada tahun 1404 M (808 H).
Berdasarkan laporan dari saudagar Gujarat, India, Sultan Muhammad I mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta untuk dikirim beberapa Ulama. Maka setelah dikumpulkan, Sultan Muhammad I mengirim 9 orang yang memiliki kemampuan di berbagai bidang dan juga memahami ilmu agama, untuk diberangkatkan kepulau Jawa pada tahun 1404 M, mereka ini dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim yang merupakan ahli tata negara, berita ini tertulis dalam kitab Kanzul ‘Hum dari Ibn Bathuthah, yang kemudian dilanjutkan oleh Sheikh Maulana Al Maghribi (1)
Wali Songo periode pertama, tahun 1404 – 1435 M, terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
5. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli rukhyah.
Wali Songo periode kedua, tahun 1435 – 1463 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan (tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim)
2. Maulana Ishaq, asal Samarqand, Rusia Selatan (W. 1463)
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko
5. Sunan Kudus, asal Palestina (tahun 1435 menggantikan Maulana Malik
Isra’il)
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina (tahun 1435 menggantikan Maulana
Muhammad Ali Akbar)
7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina (W. 1462 M)
8. Maulana ‘Aliyuddin, asal Palestina (W. 1462 M)
9. Syekh Subakir, asal Persia Iran. (W. 1463 M, makamnya di Iran)
Wali Songo periode ketiga, 1463 – 1466 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Sunan Giri, asal Belambangan, Banyuwangi, Jatim (tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq)
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir (W. 1465 M)
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko (W.1465 M)
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim (tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin)
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim (tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin)
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim (tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir)
Wali Songo periode keempat, 1466 – 1513 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan (w.1481)
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim (w.1505)
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak (pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra)
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon (pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi)
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim (W.1513)
arti slogan koin : Pencetak uang emas ini, pemilik kekuatan dan kemenangan di darat dan di laut
Wali Songo periode kelima, 1513 – 1533 M, terdiri dari:
1. Syaikh Siti Jenar, asal Persia, Iran, wafat tahun 1517 (tahun 1481 Menggantikan Sunan Ampel)
2. Raden Faqih Sunan Ampel II ( Tahun 1505 menggantikan kakak iparnya, yaitu Sunan Giri)
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak (W.1518)
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina (W.1550)
6. Sunan Gunung Jati, asal Cirebon
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim (W.1525 M)
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim (W. 1533 M)
9. Sunan Muria, Asal Gunung Muria, [tahun 1513 menggantikan ayahnya yaitu Sunan Kalijaga]
Wali Songo periode keenam, 1479 M, terdiri dari :
1. Syaikh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu), asal Sedayu (Tahun 1517 menggantikan ayahnya, yaitu Syaikh Siti Jenar)
2. Raden Zainal Abidin Sunan Demak (Tahun 1540 menggantikan kakaknya, yaitu Raden Faqih Sunan Ampel II)
3. Sultan Trenggana (tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah)
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon, (W.tahun 1573)
5. Sayyid Amir Hasan, asal Kudus (tahun 1550 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Kudus)
6. Sunan Gunung Jati, asal Cirebon (w.1569)
7. Raden Husamuddin Sunan Lamongan, asal Lamongan (Tahun 1525 menggantikan kakaknya, yaitu Sunan Bonang)
8. Sunan Pakuan, asal Surabaya, (Tahun 1533 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Derajat)
9. Sunan Muria, asal Gunung Muria, (w. 1551)
Sebelumnya sudah juga terjadi kontak dari Raja Sriwijaya Jambi pada tahun 100 H (718 M) yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Khilafah Bani Umayyah. Sang Raja meminta dikirimi dai yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam.
Prof . Hamka dalam bukunya “Sejarah Umat Islam “ mengungkapkan pada tahun 674-675 M, duta dari orang-orang Tha shih (arab) untuk China yang tak lain adalah sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasalam. Maka bisa dikatakan bahwa Islam telah merambah tanah Jawa pada abad awal perhitungan Hijriah.
Jika demikikan , tidak heran apabila tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besar pada masa-masa berikutnya, dengan Kesultanan Giri, Demak, pajang, Mataram, bahkan hingga Banten dan Cirebon. Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kesultanan Islam di Jawa tidak bisa dipisahkan, jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat, dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk Kesultanan. Kesultanan Islam di tanah Jawa yang paling terkenal adalah Kesultanan Demak. Namun keberadaan Kesultanan Giri juga tidak bisa dilepaskan dari sejarah Kekuasaan Islam di tanah Jawa.
Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau nama aslinya Maulana Ainul Yaqin, membangun wilayah tersenddri di daerah Giri, Gresik jawa Timur. Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kekuasaan agama dan juga pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini dihasilkan pendakwah-pendakwah yang kelak dikirim ke kawasan Nusa Tenggara dan wilayah Timur Indonesia lainnya.
Giri berkembang dan menjadi pusat keagamaan di wilayah Jawa Timur. Buya Hamka menyebutkan , sedemikian besar pengaruh kekuatan agama dihasilkan Giri, membuat Majapahit yang kala itu menguasai Jawa tidak punya kuasa untuk menghapus kekuatan Giri. Dalam perjalanannya, setelah melemahnya Majapahit, berdirilah Kesultanan Demak. Lalu bersambung dengan Pajang, kemudian jatuh ke Mataram.
Meski kekuatan politik Islam baru tumbuh, Giri tetap memainkan peranannya tersendiri. Sampai ketika Mataram dianggap sudah tidak lagi menjalankan ajaran-ajaran Islam pada masa pemerintahan Sultan Agung, Giri akhirnya harus mengambil sikap. Giri mendukung kekuatan Bupati surabaya untuk melakukan pemberontakan pada Mataram.
Meski akhirnya kekuatan Islam melemah saat kedatangan dan mengguritanya kekuasaan penjajahan Belanda, Kesultanan dan tokoh-tokoh Islam tanah Jawa memberikan sumbangsih yang besar pada perjuangan. Ajaran Islam yang terkenal dengan ajaran dan semangat jihadnya telah menuliskan tinta emas dalam perjuangan melawan penjajah diseluruh Nusantara.
Hubungan telah terjalin erat antara pemerintahan Aceh dan Kekhilafahan Islam itu pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekkah. Puncak hubungan baik antara Aceh dan pemerintahan kekhalifahan Islam terjadi pada masa ke-khilafahan Turki Utsmani (Ottoman), tidak saja dalam hubungan dagang dan keagamaan, tetapi juga hubungan poloitik dan militer telah dibangun pada masa ini.
Kapal-kapal dan ekspedisi Aceh terus berlayar menuju Timur Tengah pada awal abad ke !6 Masehi. Bahkan pada tahun 974 Hijriah atau 1566 Masehi dilaporkan ada lima kapal dari kesultanan Asyi (aceh) yang berlabuh di bandar pelabuhan Jeddah.
Hubungan ini pula yang membuat angkatan perang Khilafah Utsmani turut membantu mengusir Portugis dari pantai Pasai yang dikuasai sejak tahun 1521 M. Bahkan pada tahun-tahun sebelumnya, Portugis juga sempat digemparkan dengan kabar Pemerintahan kekhalifahan Utsmani yang akan mengirim angkatan perangnya untuk membebaskan kerajaan Islam Malaka dari cengkeraman penjajah portugis. Pemerintahan Utsmani juga pernah membantu mengusir Parangi (portugis) dari perairan yang akan dilalui Muslim Aceh yang hendak menunaikan ibadah haji ke tanah suci.
Selain itu hubungan ini tampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormata di tanah Jawa. Abdul Qadir dari Kesultanan Banten, misalnya, tahun 1048 H (1638 M) dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu. Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar sultan dari Syarif Makkah tahun 1051 H (1641 M) dengan gelar, Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami. (Ensiklopedia Tematik Dunia Islam Asia Tenggara, 2002). Bahkan Banten sejak awal memang menganggap dirinya sebagai Kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul.