Gelar Paus Van Java yang dinisbatkan kepada Kanjeng Sunan Giri q.s. adalah gelar luar biasa dan bukan main-main. Penyebutan tersebut (yang di inisiasi oleh sejarawan Belanda De Graaf dan JP Coen Gubernur Jendral Belanda) adalah dampak dari betapa berpengaruh, kharismatik, powerfulnya kekuasaan spiritual dan politik Kesultanan Giri.
Jika di Roma ada Paus umat katolik. Di jawa ada Paus dari Gresik, Sunan Giri, raja di Giri Kedaton.
Memori dan riwayat kebesaran ini jika dieksplorasi, didalami, dipahami dan dinapak tilasi dengan seksama dan benar akan membuat wilayah Gresik kembali kepada kejayaan di masa lalunya, yang begitu strategis dan powerful di masanya.
Pemilihan lokasi pesantren dan kedaton yang dijalani melalui serangkaian tirakat bertahun-tahun adalah sebuah bukti, bahwa kejayaan itu baru akan terwujud jika di jalani dengan cara yang sama.
Manusianya yang harus memiliki kapasitas dan kapabilitas yang mirip/sama atau setidaknya mendekati dengan leluhurnya untuk bisa mewujudkan kejayaan dan kemakmuran itu.
Pesan dan petuah Kanjeng Sunan Giri q.s yang begitu mendalam dan menyentuh hati merupakan resultan dari olah batin halus dan tinggi dalam dimensi tasawuf yang luar biasa yang terejawantah dalam dunia nyata. Kebiasaan melakukan suluk/khalwat 40 hari 40 malam merupakan salah satu tradisi dari sejak zaman Nabi SAW yang tetap dilakukan oleh para ulama-ulama besar dan para wali di zaman itu.
Pesan dan petuah dari Sunan Giri qs yang bisa kita baca sekarang di antaranya :
- Gusti iku dumunung ana atining manungsa kang becik, mula iku diarani gusti iku bagusing ati. (Tuhan bersemayam dalam hati yang baik, qalbun salim)
- Sing sapa nyumurupi dating Pangeran iku ateges nyumurupi awake dhewe. Dene kang durung mikani awake dhewe durung mikani dating Pangeran. (Siapa kenal dirinya, kenal Tuhannya)
- Kahanan donya ora langgeng, mula aja ngegungake kesugihan lan drajatira, awit samangsa ana wolak-waliking zaman ora ngisin-isini. (Dunia sementara, kesombongan hanya akan membuat malu)
- Kahanan kang ana iki ora suwe mesthi ngalami owah gingsir, mula aja lali marang sapadha-padhaning tumitah. (Keadaan dan hal itu dinamis, naik turun, maka jangan lupa dengan sesama).
Situs tempat wudlu ini masih asli sejak 500 tahun yang lalu di bangun sebagai sarana berwudlu para santri dan Kanjeng Sunan Giri qs di masa itu. |